Cara Menentukan Awal Ramadhan

Cara Menentukan Awal Ramadhan

Agama Islam merupakan agama yang sempurna dan komprehensif, menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, baik perkara agama maupun perkara dunia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

ألۡيَوۡمَ أكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِيۡنَكُمۡ …

Artinya:
“Pada hari ini telah kusempurnakan agama kalian…” (Surah Al-Maidah ayat 3).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:

مَا بَقِيَ شَيۡءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الۡجَنَۃِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إلاَّ وَقَدۡ بُيِّنَ لَكُمۡ

Artinya:
“Tidak tersisa suatu pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian”. (Riwayat Ath-Thabrani dari sahabat Abu Dzar radhiallahu anhu).

Dan termasuk perkara yang telah dijelaskan dalam syariat kita adalah penentuan awal masuknya bulan Ramadhan.

Para ulama telah sepakat bahwa penentuan awal bulan Ramadhan dengan dua cara, yaitu:

1. Ru’yatul Hilal (Melihat Bulan Sabit).

Hal ini berdasarkan firman Allah:

فَمَنۡ شَهِدَ مِنۡكُمُ الشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُ…

Artinya:
“Maka siapa di antara kalian ada di bulan itu, maka berpuasalah…” (Surah Al-Baqarah ayat 185).

Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إذَا رَأَيۡتُمُ الۡهِلاَلَ فَصُوۡمُوۡ

Artinya:
“Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah”. (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu).

Dan juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Berpuasalah karena melihatnya (hilal)…” (Riwayat Ahmad dan An-Nasai).

Apabila sudah ada satu orang dari dari kaum muslimin, yang baligh, berakal dan dapat dipercaya kesaksiannya yang mengaku melihat hilal, maka persaksiannya diterima dan kaum muslimin wajib berpuasa. (Lihat Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Majaalis Syahri Ramadhan, h. 23. Lihat juga Syeikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Shahih Fiqhus Sunnah, Juz II, h. 83).

Hal ini hadis Ibnu Abbas radhiallahu anhuma beliau berkata:

جَاءَ أعۡرَابِيٌّ إلَی النَّبِيِّ صَلَّی اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إنِّي رَأَيۡتُ الۡهِلاَلَ يَعۡنِي رَمَضَانَ, فَقَالَ: أَتَشۡهَدُ أنۡ لاَ إلٰهَ إلاَّ اللهُ؟ قَالَ: نَعَمۡ. قَال: أتَشۡهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؟ قَالَ: نَعَم. قَالَ: يَا بِلاَلُ أذِّنۡۡ فِي النَّاسِ أنۡ يَصُوۡمُوا غَدًا

Artinya:
“Seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan berkata: “Sesungguhnya aku telah melihat hilal (hilal bulan Ramadhan)”, maka Beliau bertanya: “Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah?” Maka ia menjawab: “Iya”. Nabi kemudian bertanya lagi: “Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?”. Maka ia menjawab: “Iya”. Maka Nabi bersabda: “Wahai Bilal, umumkan kepada manusia agar mereka berpuasa besok”. (Diriwayatkan oleh Imam Tujuh, kecuali Imam Ahmad).

Dan juga perkataan Ibnu Umar radhiallahu anhuma:

تَرَی النَّاسُ الۡهِلاَلَ فِأخۡبَرۡتُ النّبِيَّ صَلَّی اللهُ عَلَيۡهِ وَسَلَّمَ أنِّي رَأيۡتُهُ فَصَامَ وَأمَرَ بِصِيَامِهِ

Artinya:
“Manusia melihat hilal, lalu aku kabarkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa aku telah melihatnya, maka Beliau berpuasa dan memerintahkan manusia berpuasa”. (Riwayat Abu Daud, Ad-Darimi dan Ibnu Hibban).

2. Menyempurnakan Bulan Sya’ban Menjadi Tiga Puluh Hari.

Hal ini karena penanggalan qamariya hanya berjumlah 29 (dua puluh sembilan) atau 30 (tiga puluh) hari. Karena itu, apabila pada tanggal 29 Sya’ban (malam 30), tidak terlihat hilal, maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

الشَّهۡرُ تِسۡعٌ وَعِشۡرُوۡنَ لَيۡلَۃً, فَلاَ تَصُوۡمُوا حَتَّی تَرَوۡهُ, فَإنۡ غُمَّ عَلَيۡكُمۡ فَأكۡمِلُوۡا الۡعِدَّۃَ ثَلاَثِيۡنَ

Artinya:
“Bulan itu berjumlah 29 malam, maka janganlah kalian berpuasa hingga melihatnya (hilal). Jika kalian terhalang (oleh awan), maka sempurnakanlah menjadi 30 malam”. (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Umar).

Dalam riwayat yang lain:

فَأنۡ غُمَّ عَلَيۡكُمۡ فَاقۡدُرُوا لَهُ

“Jika kalian terhalang (oleh awan), maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari”.

Inilah dua cara atau metode yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam menentukan awal masuknya bulan Ramadhan. Seandainya ada metode yang lain selain dari kedua metode ini, maka pasti Allah dan Rasul-Nya akan menjelaskan kepada kita.

Sebab Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَمَا كَانَ رَبُكَّ نَسِيًا

Artinya:
“Dan Rabbmu tidak pernah lupa”. (Surah Maryam ayat 64).

 

Ustadz Anshari, S. Th. I, MA Hafizhahullah
(Pembina Pusat Dakwah dan Kajian Sunnah Gowa)

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus ( )