
Shalat Berjamaah
A. Hukum Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah adalah wajib bagi laki-laki kecuali yang memiliki udzur.
Banyak dalil yang menunjukkan hal tersebut, baik dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Di antaranya:
وَاذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاقَمْتَ لَهُمُ الصّّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَاءفَةٌ مِنْهُمُ مَعَكَ وَالْيَاخُذُوا اسْلِحَتَهُمْ…
Artinya:
“Dan apabila engkau berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu engkau hendak mendirikan shalat bersama mereka, maka hendaknya segolongan dari mereka (shalat) besertamu dan menyandang senjata…” (Surah An-Nisa ayat 102).
Ayat yang mulia ini menunjukkan atas penekanan kewajiban shalat berjamaah. Allah tidak memberikan keringanan kepada kaum muslimin untuk meninggalkannya ketika dalam keadaan genting dan penuh rasa takut. Jika bukan wajib, maka ketakutan sedemikian itu tentu akan menjadi udzur yang paling utama yang akan menjadikan shalat berjamaah gugur. Shalat berjamaah dalam kondisi yang penuh dengan rasa takut, akan meninggalkan wajib-wajib shalat yang banyak. Apabila tidak demikian penting dilaksanakan secara berjamaah, tentu tidak ada izin meninggalkan wajib-wajib shalat yang demikian banyak. (Syeikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, Juz I, h. 193).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
وَلقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بالصَّلَاةِ، فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فيُصَلِّيَ بالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي برِجَالٍ معهُمْ حُزَمٌ مِن حَطَبٍ إلى قَوْمٍ لا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ عليهم بُيُوتَهُمْ بالنَّارِ.
“Sungguh aku berkeinginan memerintahkan untuk melaksanakan shalat, maka shalat itu ditegakkan. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami manusia. Kemudian aku berangkat bersama orang-orang yang membawa beberapa ikat kayu bakar menuju kaum yang tidak melaksanakan shalat berjamaah, Maka aku membakar rumah-rumah mereka dengan api.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Seorang laki-laki (sahabat) yang buta pernah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan meminta keringanan agar shalat di rumahnya. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam awalnya memberi keringanan. Namun, ketika laki-laki tersebut berpaling, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya:
هل تسمع النداء؟ قال: نعم، قال: فأجب.
“Apakah engkau mendengarkan adzan?” Ia menjawab: “Iya”, Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Maka penuhilah”. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu).
Dan masih banyak keterangan lain yang menunjukkan wajibnya shalat berjamaah.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa shalat berjamaah adalah wajib, karena:
1. Dalam konisi takut (perang) pun tetap diperintahkan untuk menegakkannya.
2. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkeinginan untuk membakar rumah-rumah orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah.
3. Orang yang buta tetap diperintahkan untuk menghadiri shalat berjamaah.
B. Jumlah Paling Minimal dalam Shalat Berjamaah
Para fuqaha (ulama fiqih) telah sepakat bahwa jumlah paling sedikit dalam shalat berjamaah adalah dua orang. Yaitu salah satunya menjadi imam dan yang lainnya menjadi makmum.
Berikut ini beberapa dalil tentang hal tersebut:
1. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إذَا أنْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأذّنَا, ثُمَّ أقِيْمَا, ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمَا أكْبَرُكُمَا.
Apabila kalian berdua telah keluar, maka kumandangkanlah adzan, kemudian kumandangkan iqamah, dan hendaklah yang paling tua di antara kalian berdua menjadi imam. (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
2. Hadis Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا؟
“Siapa yang mau bersedekah kepada orang ini?”
Maka berdirilah satu orang dan melaksanakan shalat bersamanya. (Riwayat Abu Dawud).
C. Dengan Apa Shalat Berjamaah Didapatkan
Shalat berjamaah didapatkan dengan mendapatkan satu rakaat dari shalatnya, dan barangsiapa yang mendapatkan rukuk (bersama imam) tanpa ragu, maka dia telah mendapatkan satu rakaat, thuma’ninah kemudian mengikuti imam.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu:
إذَا جِئتُمْ إلَى الصَّلاَةِ وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعُدُّوْهَا شَيْئًا, وَمَنْ أدْرَكَ رَكْعَةً فَقَدْ أدْرَكَ الصَّلاَةَ.
Artinya:
“Apabila kalian mendatangi shalat sementara imam sedang sujud, maka sujudlah, namun jangan menghitungnya sebagai satu rakaat. Dan barangsiapa yang mendaptkan satu rakaat, maka sungguh dia mendapatkan shalat”. (Riwayat Abu Dawud, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Bani dalam Irwa’ Al-Galil).
D. Bagi yang Sudah Shalat Kemudian Mendapati Jamaah
Apabila seseorang sudah selesai shalat kemudian mendapati jamaah, maka disunnahkan baginya untuk ikut shalat bersama jamaah tersebut. Dan hal tersebut dihitung sunnah baginya.
Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada dua orang laki-laki yang tidak ikut shalat berjamaah:
إذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمَا ثُمَّ أتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ, فَإنّهَا لَكُمَا نَافِلَة.
Artinya:
“Apabila kalian berdua sudah shalat di rumah kalian kemudian kalian datang ke masjid jamaah, maka shalatlah bersama mereka, karena sesungguhnya itu termasuk sunnah”. (Riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Bani).
(Diringkas dari _Kitab Al-Fiqhul Muyassar dan Kitab Shahih Fiqhus Sunnah).
________________
Ustadz Anshari, S. Th. I, MA hafizhahullah
(Pembina Pusat Dakwah dan Kajian Sunnah Gowa)